Iklan Berbisik vs Iklan Berisik

Saya biasa memanggilnya Emak. Ia seorang pemilik warung kopi dan makanan kecil di dekat sekolah anak saya.

Beberapa kali sambil menunggu anak saya sekolah, saya ngopi di warung si Emak.

Warungnya kecil dan bersahaja. Seperti pemiliknya. Ia konsisten jualan bahkan saat di depan warungnya sekarang ada sebuah coffee shop.

Suatu pagi, saya dan istri ngopi di sana sambil menunggu anak saya kelas 1 SD sekolah. Kebetulan di situ saya ketemu teman istri. Mba Mersi namanya. Ia kebetulan juga lagi ngopi sambil menunggu anak-anaknya sekolah.

Istri saya dan Mba Mersi heboh cerita soal kelakuan anak. Kebetulan mereka lagi cerita masalah yang sama, susah bangunin anak di pagi hari.

Dari yang dibujuk lembut sampai dibangunin dengan setengah teriak. Yang pasti, kadang bikin emosi pagi-pagi. Begitu kira-kira cerita mereka.

Mendengar obrolan seru istri saya dan Mba Mersi, si Emak kemudian ikutan nimbrung dan cerita sambil tersenyum.

“Anak-anak saya kalo dibangunin alhamdulillah gampang,” kata Emak sambil menghampiri kami.

“Kok, bisa Mak?” sahut Mba Mersi.

Kalau tahu caranya gampang kok. Biasanya habis subuh, saya masuk ke kamar mereka. Terus saya panggil dengan berbisik di telinga mereka: “Ganteng…cantik bangun, yuk,” begitu cerita Emak. Dan anak-anak pun langsung bangun dan siap untuk mandi.

Bahkan, ketika mereka sudah besar, saya tetap biasa berbisik dan ngomong lembut sama mereka. “Bisikan lembut itu nyerep dan diinget sampe ke hati,” lanjut Emak. 

Istri dan dan Mba Mersi cuma bisa senyum menerima tips dari Emak. Bisikan lembut ternyata bisa membekas kuat di benak dan hati.

*

Saya pun tersenyum. Seketika saya tersadar, berbisik bisa jadi sebuah call-to-action yang efektif.

Betapa banyak iklan yang berkomunikasi dengan cara dan gaya “berteriak” menawarkan produk benefitnya. Berlomba merebut perhatian audience dengan visual jedar dan kata-kata menggelegar.

Nggak salah sih. Yang mungkin kurang tepat, kalau pendekatan ini dianggap sebagai pendekatan yang paling efektif.  

Padahal, di tengah riuh badai informasi, audience mungkin merasa bahwa iklan-iklan yang menerpa mereka adalah informasi yang “berisik”.

Di titik ini, iklan dengan pesan yang berbisik mungkin bisa jadi terobosan yang efektif.

Iklan yang lembut bercerita dengan pesan yang kuat dan emosional, menyentuh hati, mencerahkan dan menggerakkan.

Iklan dengan pendekatan lembut berbisik bisa menjadi oase di tengah berisiknya informasi yang diterima audience.

Saya pun beruntung pernah berhasil meyakinkan klien untuk membuat iklan dengan pendekatan lembut berbisik ini.

*

Terima kasih Emak, sedikit tips sambil ngopi di pagi ini menjadi iklan efektif buat saya untuk lebih memilih ngopi di warung emak daripada di coffee shop depan (terutama saat tanggal gajian masih panjang).

Leave a Comment!

Open chat
1
Hai... 👋
Mau dibantuin bikin storyline?